Senin, 24 November 2014

E-BOOK FARMASI

Bagi agan-agan Farmasis yg butuh E-Book farmasi silahkan disedot di sini gan GRATIS!!!
AHFS Drug Information
Bioactive molecules and medicinal plants
BIOMARKERS IN DRUG DEVELOPMENT
British National Formulary For Children 2009
Bugg Introduction to Enzyme and Coenzyme Chemistry 2nd ed
Chemistry of Drugs
Color Atlas of Pharmacology
Ebadi Pharmacodynamic Basis of Herbal Medicine 2nd ed
Flash Chromatography
Handbook of Pharmaceutical Excipients 5th edition
Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Ed
Herbal Medicines
Manual of Pharmacology and Therapeutics 2008
Martindale 36 edition
Medicinal Chemistry Gareth Thomas
Medicinal natural Product, 3rd edition
Modern Pharmaceutics
Parenteral Quality Control
Pharmaceutical Dosage Forms Tablets Vol. 1
Pharmaceutical Dosage Forms Tablets Vol. 3
Pharmaceutics Dosage Form and Design
Teori Suspensi

E-BOOK MIKROBIOLOGI
ABC of AIDS
ABC of Sexually Transmitted Infections 
Antiviral Methods and Protocols
Antiviral Agents, Vaccines, and Immunotherapies
Applied Dairy Microbiology
Antimicrobial Pharmacodynamics in Theory and Clinical  
Antimicrobial Terapy Medical Letter
Antibiotic Guideline
Atlas of Medical Helminthology and Protozoology
Algae - Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology
Antibiotic Resistance
Avian Influenza Virus
Antibiotics as Anti-Inflammatory and Immunomodulatory
Bacteria from Fish and Other Aquatic Animals
Buku Ajar Mikrobiologi
Laboratory Manual and Workbook in Microbiology Applications to Patient Care 7th ed.
Microbial Limit and Bioburden Tests Validation Approaches and Global Requirements Second Edition
Microbiological Applications Lab Manual - Benson
Molecular Diagnosis of Infectious Diseases
Pharmaceutical Microbiology 6th ed - W. Hugo, A. Russell (Blackwell,1998) WW
Salmonella Methods and Protocols

E-BOOK COSMETIC
Consumer Testing and Evaluation of Personal Care Products Cosmetic Science and Technology by Howard R Moskowitz - 5 Star Review
Cosmetic formulation of skin care product
Delivery System Handbook for Personal Care and Cosmetic Products Technology, Applications and Formulations
Dermatologic, Cosmeceutic, and Cosmetic Development - Therapeutic and Novel Approaches
Handbook of Cosmetic, 2nd Edition
Handbook of Cosmetic Science and Technology 3rd ed.

Rabu, 09 Januari 2013

Interaksi Obat Dengan Obat Lain



Interaksi Obat Dengan Obat Lain
1. Interaksi beta-blocker dengan anti hipertensi.
1.1. Beta-blocker dengan diuretika.
Diuretika sering digunakan untuk terapi hipertensi. Tapi kalau diuretika saja
maka hasil terapinya terbatas. Untuk mencapai hasil yang lebih baik maka sebaiknya dikombinasikan dengan anti hipertensi lain. Percobaan di klinik menunjukkan bahwa kombinasi beta-blocker dengan diuretika diperoleh kerja anti hipertensi yang lebih baik. Dalam hal ini tidak terjadi postural hipotensi dan tachycardi yang disebabkan oleh diuretika (thiazide). Dan juga peninggian plasma renin akibat pemberian diuretika akan dikurangi oleh beta-blocker
1.2. Beta-blocker dengan Vasodilator.
Kombinasi obat ini akan menghasilkan effek terapi yang lebih baik. Ternyata effek sampingnya akan berkurang. Pemberian hydralazine yang menimbulkan reflex tachycardi akan berkurang bila pemberiannya dikombinasikan dengan beta-blocker
1 .3. Beta-blocker dengan methyldopa.
Penggunaan kombinasi dari methyldopa dan beta-blocker ternyata lebih aman dibandingkan dengan pemakaiannya secara tunggal. Effek samping dari methyldopa berupa postural hipotensi akan hilang bila diberikan bersamasama dengan beta-blocker.
1.4. Beta-blocker dengan guanethidine dan bethadine.
Pengaruh kombinasi ini hampir sama dengan kornbinasi beta-blocker dengan methyldopa. Effek samping dari guanethidine dan  bethadine akan berkurang, terutama postural hipotensi yang disebabkan guanethidine dan bethadine.





2. Interaksi Beta-blocker dengan anti-arrhythmia.
2.1. Beta-blocker dengan digitalis.
Pengobatan arrhythmia dengan digitalis dapat menimbulkan paroxysmal tachycardia. Maka pemberian beta-blocker bersama-sama dengan digitalis dapat mengontrol tachycardi dengan baik.
2.2. Beta-blocker dengan quinidine.
Quinidine yang digunakan pada arrhythmia jantung dapat rnenimbulkan ventricular fibrillation. Bila diberikan bersama-sarna dengan beta-blocker maka effek samping ini berkurang.
2.3. Beta-blocker dengan procainamide.
Pemberian procainamide sebagai anti-arrhythmia dapat menimbulkan
penurunan tekanan darah yang sangat cepat terutama bila diberikan secara intravena. Pemberian bersama-sama dengan beta-blocker akan menyebabkan effek yang berbahaya karena bekerja sinergistik.
3. Int.eraksi beta-blocker dengan anti-depressan dan antl-psikotik
tranguikner.
Pemberian anti-depressan misalnya derivat tricyclic dan derivat phenothiazine dapat menimbulkan dysrhythmia. Maka pemberian beta-blocker akan menghindarkan effek dysrhythmia akibat pemberian anti-depressan tersebut.
4. Interaksi beta-blocker dengan alfa adrenergik stimulan.
Pada percobaan menunjukkan bahwa pemberian beta-blocker bersama-Sama dengan norepinephrine akan menyebabkan Vasokonstriksi. Akibat yang sangat! merugikan ialah ganggren. Hal ini timbul karena norepinephrine effeknya dominan terhadap reseptor alfa.
5. Interaksi beta-blocker dengan neuromuskular-blocker.
Beta-blocker yang dikombinasikan dengan neuromuskular-blocker misalnya : succinycholine, Decamethonium, d-Tubocurarine, Gallamine, akan menimbulkan kerja sinergistik.



6. Interaksi beta-blocker dengan obat hipoglikemik.
Gabungan kedua obat ini menghasilkan effek sinergistik. Hal ini terjadi karena beta-blocker mempengaruhi kerja glikogenolitik dari glukagon dan juga merangsang pelepasan insulin.
7. Interaksi beta-blocker dengan anti-inflammasi.
Beta-blocker menghambat effek anti-inflammasi dari obat-obat Natrium
salisilat, Aminopirin, Fenilbutazon, Hidrokortison. Hal ini disebabkan karena kompetisi langsung antara kedua obat ini pada reseptor yang sama.
8. Interaksi beta-blocker dengan anti-angina.
Gabungan kedua obat ini menghasilkan sinergisme. Beta-blocker mengurangikerja jantung dengan mengurangi heart rate. Demikian pula Nitrat berbuat hal yang Sama dengan mengurangi Venous return dan volume serta tekanan dalam ventrikell kiri.
9. Interaksi beta-blocker dengan atropin.
Gabungan kedua obat ini dapat memperbaiki sinus tachycardia yang terjadii karena pernberian dosis besar atropin pada pengobatan keracunan insektisida organofosfat. Sebaliknya kejadian bradikardi akibat kelebihan dosis beta-blocker dapat diatasii dengan pemberian atropine.
10. Interaksi beta-blocker dengan tembakau.
Pada mereka yang banyak merokok pemakaian beta-blocker akan memerlukan dosis yang iebih besar. sebab tembakau bekerja antagonistik dengan beta-blocker.
11. Pada penderita penyakit-penyakit yang tersebut dibawah ini, sebaiknya dosis beta-blocker dikurangi, yaitu pada penderita Rheimatoid arthritis, Colitis ulcerosa Staphylococcal pneumonia dan Chron's disease.






Interaksi Obat Dengan Makanan
Jus jeruk
Jus jeruk menghambat enzim yang terlibat dalam metabolisme obat sehingga mengintensifkan pengaruh obat-obatan tertentu. Peningkatan pengaruh obat mungkin kelihatannya baik, padahal tidak. Jika obat diserap lebih dari yang diharapkan, obat tersebut akan memiliki efek berlebihan. Misalnya, obat untuk membantu mengurangi tekanan darah bisa menurunkan tekanan darah terlalu jauh. Konsumsi jus jeruk pada saat yang sama dengan obat penurun kolesterol juga meningkatkan penyerapan bahan aktifnya dan menyebabkan kerusakan otot yang parah. Jeruk yang dimakan secara bersamaan dengan obat anti-inflamasi atau aspirin juga dapat memicu rasa panas dan asam di perut

Kalsium
Kalsium atau makanan yang mengandung kalsium, seperti susu dan produk susu lainnya dapat mengurangi penyerapan tetrasiklin.

Vitamin K
Makanan yang kaya vitamin K (kubis, brokoli, bayam, alpukat, selada) harus dibatasi konsumsinya jika sedang mendapatkan terapi antikoagulan (misalnya warfarin), untuk mengencerkan darah. Sayuran itu mengurangi efektivitas pengobatan dan meningkatkan resiko  trombosis (pembekuan darah).






1. NSAIDs + Tobacco
•   Klirens diflunisal, phenazone (antipyrine) dan fenilbutazon lebih besar pada perokok dibandingkan non-perokok.
•    Perokok memerlukan dosis diflunisal, phenazone (antipyrine) dan fenilbutazon yang  lebih besar  untuk memiliki efek yang sama dibanding non perokok.
MK: Hal ini mungkin sebagai akibat dari rokok  yg  menyebabkan induksi CYP1A2, enzim yang terlibat dalam metabolisme diflunisal, phenazone (antipyrine) dan fenilbutazon .
2. Opioids + Tobacco
•    Perokok dan mantan perokok pasca operasi memerlukan dosis morfin yang lebih tinggi dibandingkan non perokok.
•   Dalam studi lain ditemukan bahwa metabolisme pentazocine adalah 40% lebih tinggi pada perokok dibandingkan non-perokok.
3. Paracetamol (Acetaminophen) + Tobacco
•   Tidak ada perbedaan klirens dosis 1 g tunggal parasetamol pada 6 perokok sehat (lebih dari 15 batang rokok per hari) dan 6 yang sehat (non-perokok).
•   Tidak ditemukan perbedaan dalam farmakokinetik dosis tunggal 650-mg intravena parasetamol pada 14 perokok (kisaran 8-35 rokok per hari) dan 15 non-perokok.
•   Rasio metabolit parasetamol (glucuronides) adalah 83% lebih tinggi pada perokok berat 9 (sekitar 40 rokok setiap hari), menunjukkan daripada di 14 bukan perokok . Namun pada perokok sedang (sekitar 10 rokok sehari) tidak lebih tinggi.
•   Studi retrospektif pasien dirawat karena keracunan parasetamol  jauh lebih tinggi dari perokok daripada non perokok, populasi (70% banding 31%).
MK: Rokok menginduksi metabolisme parasetamol oleh isoenzim sitokrom P450 CYP1A2.


4.    Flecainide (antiaritmia) + Tobacco
•   Perokok memerlukan dosis yang lebih besar flecainide dibandingkan non-perokok
•   Dalam penelitian farmakokinetik, ditemukan kirens flecainide  50% lebih tinggi pada perokok dibandingkan non-perokok
MK:Rokok menginduksi enzim sitokrom P450 di hati yang berkaitan dengan              O-dealkylation dari flecainide yang dikeluarkan lebih cepat dari tubuh.
5.    Coumarins + Tobacco
•  Ditemukan kadar warfarain meningkat 13% pada pasien yang berhenti merokok
    MK:. Beberapa komponen dari asap tembakau bertindak sebagai isoenzim sitokrom P450 induser, yang mungkin menyebabkan peningkatan kecil dalam metabolisme warfarin. Ketika berhenti merokok, enzim metabolismewarfarin tidak lagi diinduksi.
6.   Insulin + Tobacco
•  Penderita diabetes yang merokok tembakau mungkin perlu lebih banyak insulin subkutan
MK: Penurunan penyerapan insulin pada subkutan karena vasokonstriksi perifer.
7.   Antipsychotics + Tobacco or Cannabis
•    Perokok tembakau atau ganja yang mungkin memerlukan dosis yang lebih besar klorpromazin, fluphenazine, haloperidol atau tiotixene dibanding bukan perokok.
•   Studi dari 403 pasien yang menerima klorpromazin. Ditemukan frekuensi mengantuk 16% pada pasien non perokok,  13% pada perokok ringan dan  3 % pada perokok berat.
MK: Rokok induktor enzim, kadar serum berkurang dan efek kliinis menurun.
8.  Benzodiazepines and related drugs + Tobacco
•   Studi terhadap diazepam, chlordiazepoxid dan zoldipem. Efek mengantuk pada perokok menurun.
MK: Induktor enzim
9.  Clozapine + Tobacco
•   Sebuah penelitian retrospektif menemukan bahwa klirens clozapine 86% lebih tinggi pada perokok dibandingkan non-perokok.
10. Olanzapine + Tobacco
•   Merokok tembakau meningkatkan klirens olanzapine.
•   Manufaktur mengatakan bahwa perokok memiliki klirens olanzapine 40% lebih besar dari  dibandingkan non-smokers
11. Beta blockers + Tobacco ± Coffee and Tea
•   Merokok tembakau dapat mengurangi efek terapi dari beta blockers. Diperlukan peningkatan dosis dari beta blockers
Minum teh atau kopi dapat memiliki efek yang sama tetapi lebih kecil
.
•   Kadar plasma propanolol menurun. Pada atenolol tdk signifikan.
MK:  Merokok tembakau meningkatkan denyut jantung, tekanan darah dan keparahan iskemia miokard. Hal ini akibat efek dari nikotin mungkin sebagai efek langsung dari nikotin yang mengurangi kadar oksigen yang dibawa dalam darah.
12. H2-receptor antagonists + Tobacco or Nicotine
•  Merokok dapat mengurangi kadar plasma dari cimetidine dan ranitidine,
tetapi tidak tampak mempengaruhi famotidin.
•  Penyembuhan ulkus duodenum pada pasien yang memakai H2-reseptor antagonis seperti cimetidine, famotidin, nizatidin dan ranitidine lebih lambat dan kekambuhan ulkus lebih sering terjadi pada perokok daripada non-perokok.
Hal ini sangat mungkin bahwa ini adalah akibat merokok menjadi faktor risiko untuk terjadinya ulcers  duodenum daripada interaksi yang signifikan antara merokok dan H2-reseptor antagonis.
13. Hormonal contraceptives + Tobacco
•  Ada bbrp bukti  bhw merokok meningkatkan resiko perdarahan dengan kontrsepsi kombinasi oral.
•   Resiko penyakit kardiovaskuler pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral kombinasi sangat meningkat jika mereka merokok. Merokok meningkatkan metabolisme (2-hidroksilasi) estradiol endogen.
14.   Theophylline + Tobacco
•   Perokok berat memerlukan dosis theophylline yang lebih besar daripada pasien non perokok untuk mendapatkan efek terapi yang sama.
•  Tembakau mengandung hidrokarbon polisiklik, yang bersifat induktor dari isoenzim sitokrom P450 yang CYP1A2, meningkatkan clearance teofilin.
15.   Tricyclic antidepressants + Tobacco
•   Merokok dpt mengurangi kadar plasma dari amitriptilin, clomipramine,
desipramin, imipramine
.
•   Pasien depresi perokok memerlukan dosis antidepresan trisiklik yang lebih besar daripada non perokok untuk mengatasi depresi.

Interaksi Obat Dengan Alkohol
Alkohol juga akan meningkatkan resiko pendarahan lambung dan kerusakan hati jika dikonsumsi bersama obat-obat penghilang rasa sakit seperti parasetamol atau asetaminofen. Alkohol juga dilarang diminum bersama dengan obat-obat penurun tekanan darah tinggi golongan beta-blocker seperti propanolol. Kombinasi alcohol- propanolol dapat menurunkan tekanan darah secara drastis dan membahayakan

Senin, 14 Mei 2012

ANTIMIKROBA


ANTIMIKROBA A.K.A Antibiotik

Posted on September 29, 2010 by biofarmasiumi 
Oleh : Sitti Amirah, Siska Nurianti, Hendra Herman, Sukmawati, Sri wahyuni,
· Defenisi antimikroba
Antimikroba adalah bahan-bahan atau obat-obat yang digunakan untuk memberantas/membasmi infeksi mikroba, khususnya yang merugikan manusia,terbatas yang bukan parasit diantaranya antibiotika, antiseptika, khemoterapeutika, preservative.
Antibiotika adalah suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh mikroorganisme, yang dalam konsentrasi kecil mempunyai kemampuan menghambat atau membunuh mikroorganisme lain.
· Penggolongan antimikroba
1. Berdasarkan mekanisme kerjanya 
1. 1. Bersifat sebagai antimetabolit/ penghambatan metabolisme sel.
Koenzim asam folat di perlukan untuk sintesis purin dan pirimidin (prekursor DNA dan RNA) dan senyawa-senyawa lain yang dipelukan untuk pertumbuhan seluler dan replikasi. Untuk banyak mikroorganisme, asam p-amino benzoate (PABA) merupakan metabolit utama. Antimikroba seperti sulfonamide secara struktur mirip dengan PABA, asam folat, dan  akan berkompetisi dengan PABA untuk membentuk asam folat, Jika senyawa antimikroba yang menang bersaing dengan PABA maka akan terbentuk asam folat non fungsional yang akan mengganggu kehidupan mikroorganisme.
Contoh obat: Sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat 
1. 2. Penghambatan sintesis dinding sel
Antimikroba golongan ini dapat menghambat biosintesis peptidoglikan, sisntesis mukopeptida atau menghambat sintesis peptide dinding sel , sehingga dinding sel menjadi lemah dank arena tekanan turgor dari dalam, dinding sel akan pecah atau lisis sehingga bakteri akan mati.
Contoh obat: penisilin, sefalosforin, sikloserin, vankomisin, basitrasin, dan antifungi gol. Azol.
1. 3. Penghambatan fungsi permeabilitas membrane sel
Antimikroba bekeja secara langsung pada membrane sel yang mempengarui permeabilitas dan menyebabkan keluarnya senyawa intraseluler mikroorganisme, sehingga sel mengalami kerusakan bahkan mati.
Contoh Obat : polimiksin, nistatin, dan amfoteresin B
1. 4. Penghambatan sintesis protein yang reversible
Mempengaruhi fungsi sub unit 50S dan 30S. Antimikroba akan menghambat reaksi transfer antara donor dengan aseptor atau menghambat translokasi t-RNA peptidil dari situs aseptor kesitus donor yang menyebabkan sitesis protein terhenti.
Contoh obat : kloramfenikol, gol. Tetrasiklin, eritromisin, klindamisin, dan pristinamisin
1. 5. Pengubahan sintesis protein
Berikatan dengan subunit ribosom 30S dan mengubah sintesis protein, yang pada akhirnya akan mengakibatkan kematian  sel
Contoh obat : aminoglikosida
1. 6. Penghambatan asam nukleat
Antimikroba mempengaruhi metabolis asam nukleat bakteri, contoh obat : gol. Rifamisin, yang menghambat RNA polimerase , dan yang  menghambat topoisomerase Contoh obat : golongan kuinolon
1. 7. seny. Antivirus yang terdiri beberapa gol :
a.  Analog asam nukleat, secara selektif menghambat DNA polimerase virus (asiklovir ), menghambat transkriptase balik (zidovudin)
b.  Inhibitor transkriptase balik non-nukleosida (nevirapin)
c.  Inhibitor enzim2 esensial virus lainnya, mis.inhibitor protease HIV atau neuranidase influenza.
Cat :
Mekanisme kerja pasti beberapa seny. Antimikroba masih belum diketahui.
1. Berdasarkan spektrumnya
2. Antibiotik dengan spektrum luas, efektif baik terhadap gram positif maupun gram negatif
Contoh obat: tetrasiklin, amfenikol, aminoglikosida, makrolida, rifampisin, turunan penisilin (ampisilin, amoksisilin, bakampisilin, karbanesilin, hetasilin, pivampisilin, sulbenisilin, dan tirkasilin), dan sebagian besar turunan sefalosporin
1. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap gram positif
Contoh obat: basitrasin, eritromisin, sebagian besar turunan penisilin sprt benzilpenisilin, penisilin G prokain, penisilin V, fenetilisin K, metisilin Na, turunan linkosamida, asam fusidat, dan beberapa turunan sefalosporin.
2. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan terhadap bakteri gram negatif Contoh obat: kolkistin, polimiksin B sulfat, dan sulfomisin
3. Antibiotik yang aktivitasnya lebih dominan thdp Mycobacteriae (antituberkulosis)
Contoh obat: streptomisin, kanamisin, sikloserin, rifampisin, viomisin, dan kapreomisin
1. Antibiotik yang aktif terhadap jamur (antijamur),
Contoh obat: griseofulvin, dan antibiotik polien seperti nistatin, amfoterisin B, dan kandisidin
1. Antibiotik yang aktif terhadap neoplasma (antikanker)
Contoh obat: aktinomisin, bleomisin, daunorubisin, mitomisin, dan mitramisin
1. Berdasarkan Struktur kimianya 
1. Antibiotik β-laktam
2. Turunan amfnikol
3. Turunan tetrasklin
4. Aminoglikosida
5. Makrolida
6. Polipeptida
7. Linkosamida
8. Polien
9. Ansamisin
10.  Antrasiklin
D.  Berdasarkan Aksi utamanya
1. Bakteriostatik : menghambat pertumbuhan mikroba
Contoh obat : Penisilin, Aminoglikosid, Sefalosporin, Kotrimoksasol, Isoniasid, Eritromisin (kadar tinggi), Vankomisin
1. Bakterisida  : membunuh / memusnahkan mikroba
Contoh obat       : Tetrasiklin, Asam fusidat, Kloramfenikol, PAS, Linkomisin, Eritromisin kadar rendah), klindamisin
1. Berdasarkan Tempat kerjanya 
1. Dinding sel, menghambat biosintesis peptidoglikan, Contoh obat: penisilin, sefalosporin, basitrasin, vankomisin, sikloserin.
2. Membran sel, fungsi dan integritas membran sel, Contoh obat: nistatin, amfoteresin, polimiksin B.
3. Asam nukleat, menghambat biosintesis DNA, mRNA, biosintesis DNA dan mRNA Contoh obat: mitomisin C, rifampisin, griseofilvin
4. Ribosom, menghambat biosintesis protein (subunit 30S prokariotik contoh: aminosiklitol, tetrasiklin, subunit 50S prokariotik contoh: amfenicol, makrolida, linkosamida.
Resistensi 
Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel mikroba oleh antimikroba. Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah untuk bertahan hidup.
Pembagian resistensi :
1. 1. Resistensi genetic 
1. Mutasi spontan
- gen mikroba berubah karena pengaruh AM
- terjadi seleksi, galur resisten bermultiplikasi, yang peka terbasmi, tersisa populasi
resisten
1. Resistensi dipindahkan
- Transformasi
- Transduksi
- Konjugasi
1. 2. Resistensi silang
Keadaan resistensi terhadap Antimikroba tertentu yang juga memperlihatkan resistensi terhadap Antimikroba yang lain
Terjadi :
- antara Antimikroba dengan struktur kimia yang mirip
- antara Antimikroba beda struktur tapi mekanisme kerja mirip
Mekanisme resistensi 
1. Perubahan tempat kerja (target site) obat antimikroba
2. Mikroba menurunkan permeabilitasnya sehingga obat sulit masuk kedalam sel
3. Inaktivasi obat oleh mikroba
4. Mikroba membentuk jalan pintas untuk menghindari tahap yang dihambat oleh mikroba
5. Meningkatkan produksi enzim yang dihambat oleh antimikroba
Efek Samping Penggunaan Antimikroba
1. Reaksi Alergi ; reaksi ini dapat ditimbukan oleh semua antibiotic dengan melibatkan system imun tubuh hospes.
2. Reaksi idiosinkrasi ; gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetic terhadap pemberian antimikroba tertentu.
3. Reaksi toksik; AM pada umumnya bersifat toksik – selektif, tetapi sifat ini relative. Selain itu yang turut menentukan terjadinya reaksi toksik yaitu fungsi organ/system tertentu sehubungan dengan biotransformasi dan eksresi obat.
4. Perubahan biologic dan metabolik ; penggunaan AM, terutama yang bersepektrum luas dapat mengganggu keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologik mikroflora normal tubuh dapat terjadi di saluran cerna, nafas  kulit dan kelamin.