Penandaan Obat Tradisional Di Indonesia

Penandaan Obat Tradisional Di Indonesia

Jamu
fitofarmaka,logo fitofarmaka,info fitofarmaka,obat herbal terstandar,oht,obat tradisional
Logo Jamu
Lain dari fitofarmaka, Jamu bisa diartikan sebagai  obat tradisional yang disediakan secara tradisional, tersedia dalam bentuk seduhan, pil maupun larutan. Pada umumnya, jamu dibuat berdasarkan resep turun temurund dan tidak melalaui proses seperti fitofarmaka. Jamu harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
  • Aman
  • Klaim khasiat berdasarkan data empiris (pengalaman)
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3 generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut jamu jika bertahan minimal 180 tahun. Inilah yang membedakan dengan fitofarmaka, dimana pembuktian khasiat tersebut baru sebatas pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah. Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar atau fitofarmaka dengan syarat bentuk sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi

Obat Herbal Terstandar (OHT)
fitofarmaka,logo fitofarmaka,info fitofarmaka,obat herbal terstandar,oht,obat tradisional
Logo OHT
Obat Herbal Terstandar (OHT) juga tidak sama dengan fitofarmaka. Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah obat tradisional yang berasal dari ekstrak bahan tumbuhan, hewan maupun mineral. Perlu dilakukan uji pra-klinik untuk pembuktian ilmiah mengenai standar kandungan bahan yang berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat yang higienis dan uji toksisitas akut maupun kronis seperti halnya fitofarmaka.Dalam proses pembuatannya, OHT memerlukan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal serta memerlukan tenaga kerja dengan pengetahuan dan keterampilan pembuatan ekstrak, yang hal tersebut juga diberlakukan sama pada fitofarmaka.
Inilah beberapa kriteria OHT, yang dibaca sekilas hampir mirip fitofarmaka. yaitu:

  • Aman
  • Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
  • Telah dilakukan standardisasi terhadap bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi.
Di Indonesia sendiri, telah beredar 17 produk OHT, seperti : diapet®, lelap®, kiranti®, dll. Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah melalui uji klinis pada manusia.

Fitofarmaka

Fitofarmaka untuk lebih jelasnya ada di uraian tentang fitofarmaka dibawah ini.

Definisi Dan Kriteria Fitofarmaka

Fitofarmaka merupakan jenis obat tradisionalyang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses
fitofarmaka,logo fitofarmaka,info fitofarmaka,obat herbal terstandar,oht,obat tradisional
Logo Fitofarmaka
pembuatannya yang telah terstandar dan khasiatnya telah dibuktikan melalui uji klinis.
Atau fitofarmaka juga bisa diartikan sebagai sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinis dan uji klinis bahan baku serta produk jadinya telah di standarisir (Badan POM. RI., 2004 ). Dari sini jelas bahwa dari ke tiga golongan 3 obat tradisional tersebut, fitofarmaka menempati level paling atas dari segi kualitas dan keamanan. Kenapa demi fitofarmaka demikian?
Karena fitofarmaka perlu proses penelitia yang panjang serta uji klinis yang detail, sehingga fitofarmaka termasuk dalam jenis golongan obat herbal yang telah memiliki kesetaraan dengan obat, karena telah memiliki clinical evidence.
Beberapa kriteria fitofarmaka, yaitu:
  • Aman
  • Klaim khasiat secara ilmiah, melalui uji pra-klinik dan klinik
  • Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku
  • Telah dilakukan standardisasi bahanbakuyang digunakan dalam produk jadi
Kemasan produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk bintang dalam lingkaran. Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh produk fitofarmaka yang sudah beredar adalah: Nodiar (PT Kimia Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan X-Gra (PT Phapros).
Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker dan antidiabetes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar